Hukum Perdata Indonesia adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana)
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.
Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum. (Sumber : gatot_sby Blog)
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeitadalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh pertama :
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh kedua :
Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan ataudoodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh ketiga :
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum;
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak danextinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).
Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum;
b. Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum.
Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur esensial dari perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain sebagainya.
Perbuatan hukum ada 2 macam yakni perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig) dan perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig). Suatu perbuatan hukum bersegi satu adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan), perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata (perbuatan mengadakan testamen adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang mendirikan yayasan (stichtingshandhandeling). Suatu perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum) lain atau lebih”.
Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku. Contoh :
1. Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
“Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
2. Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan :
“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. (sumber :Elkace)
Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa muda dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.
Jadi, apakah seseorang yang berusia 17th sudah dianggap dewasa dimata hukum? Rupanya, batas usia dewasa di mata masyarakat berbeda dengan batas usia dewasa di mata hukum. Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah& bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:
” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. Cakap melakukan perbuatan hukum”
Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:
” Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. Cakap melakukan perbuatan hukum”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum. (Sumber : Irma Devita.com)
Hak kebendaan
adalah hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapertahankan terhadap siapapun juga.
kedudukan hak kebendaan dalam hak keperdataan :
Hak Mutlak :
- Hak kepribadian, co : hak untuik hidup, hak atas nama baik, dll.
- Hak dalam hk. keluarga : hub. anak-Ortu, Suami-istri, dll.
- Hak Mutlak atas suatu benda : hak kebebndaan, dll.
- Hak ini muncul akibat adanya suatu perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar