Teleskop Antariksa Hubble (Hubble Space Telescope), adalah nama yang diberikan untuk sebuah teleskop antariksa yang dioperasikan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Teleskop ini telah dirancang sejak tahun 1970. Pada tahun 1977, proyek ini mendapatkan persetujuan dari kongres Amerika Serikat, dan nama "Hubble" diberikan kepada wahana ini pada tahun 1984 sebagai penghormatan terhadap astronom Edwin Hubble.
Hubble diluncurkan dari pesawat ulang alik Discovery pada tanggal 15 April 1990. Dari tahap perencanaan hingga peluncuran Hubble memakan waktu hingga 20 tahun, termasuk beberapa tahun penundaan akibat bencana Challenger (Januari 1986). Lamanya waktu yang dibutuhkan juga akibat besarnya dana untuk proyek ini yang mencapai 1,55 miliar USD.
Secara fisik, Hubble berbentuk sebuah silinder alumunium selebar 4,3 m dengan panjang 13 m dengan dua buah panel surya sepanjang 12 meter yang terpasang pada masing-masing sisinya sebagai sumber tenaga. Panel surya pada Hubble didesain untuk dapat berputar sedemikian rupa sehingga kemanapun teleskop tersebut mengarah, panel tersebut dapat terus menerima sinar matahari secara penuh.
Cermin sekunder pada Hubble dipasang pada fokus cermin utama yang berdiameter 2,35 m (8 kaki) memantulkan cahaya pada lima buah instrumen yang berada di Hubble. Masing-masing instrumen dipasang pada tempat yang terpisah, dengan demikian instrumen-instrumen tersebut dapat dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan. Sebuah kamera dengan bidang pandang sempit yang dibuat oleh European Space Agency (ESA) digunakan untuk keperluan pengamatan visual maupun pengamatan terhadap pancaran sinar ultra violet dan inframerah (near-infrared) dari spektrum suatu objek. Kamera lainnya memiliki bidang pandang 40 kali lebih lebar, namun dengan resolusi yang lebih rendah. Juga tersedia Fotometer dan Spektograf yang mampu mengamati objek redup dengan resolusi tinggi.
Kamera yang terpasang pada Hubble tidak menggunakan film sebagaimana kamera konvensional yang kita kenal. Kamera yang biasa disebut CCD (Chart Coupled Device) tersebut bekerja dengan mengumpulkan cahaya pada detektor elektronik, mirip seperti prinsip kerja kamera digital. Spektograf memisahkan cahaya bintang menjadi warna-warna tertentu, sama seperti prisma yang menguraikan sinar matahari menjadi warna-warni pelangi. Dengan menganalisis warna hasil penguraian oleh spektograf, para astronom dapat memperkirakan temperatur, pergerakan, komposisi maupun usia sebuah bintang.
Setiap hari, Hubble mengirimkan data antara 3 hingga 5 GB (gigabytes), serta mendistribusikan antara 10 hingga 15 GB data kepada para astronom di seluruh dunia. Sebuah antena radio memungkinkan Hubble berkomunikasi dengan pengontrol misi yang berlokasi di Goddard Space Flight Center. Dari fasilitas Space Telescope Operations Control Center (STOCC), para teknisi mengendalikan Hubble selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sepanjang 20 tahun jangka waktu pengoperasian teleskop ini.
Dengan program yang disebut Control Center System (CCS), pengendali misi mengirimkan instruksi detail beberapa kali dalam sehari. Lebih dari 100.000 instruksi dikirimkan ke Hubble pada setiap minggunya. Instruksi-instruksi ini dikonversikan dalam bentuk kode yang dapat diproses oleh komputer utama pada Hubble. Saat Hubble mengamati suatu target, komputer didalamnya akan merubah informasi yang didapat menjadi data digital yang kemudian akan dikirimkan melalui gelombang radio ke satelit komunikasi yang selanjutnya akan diterima oleh pengendali misi. Dari sini, data dikirimkan ke Space Telescope Science Institute di Baltimore untuk pengolahan lebih lanjut. Gambar-gambar yang diambil oleh Hubble disimpan dalam optical disk. Observasi oleh Hubble dalam sehari menghasilkan data yang sama besarnya dengan sebuah ensiklopedia!
Orbit Hubble
Hubble tergolong satelit orbit rendah (Low Earth Orbiting, LEO). Ia mengorbit pada ketinggian 600 km diatas permukaan bumi. Dalam ketinggian tersebut, Hubble dapat mengorbit Bumi rata-rata sekali setiap 97 menit pada kecepatan sekitar 27.200 km/jam dengan garis edar condong ke arah katulistiwa dengan sudut 28,5º.
Tidak seperti anggapan kebanyakan orang, Hubble (dan juga satelit orbit rendah lainnya) sebenarnya tidak mengorbit dalam ruang yang betul-betul hampa udara. Daerah orbit yang ditempati oleh Hubble dikenal sebagai thermosfer atau atmosfir bagian luar. Di daerah ini, gas-gas yang membentuk atmosfir masih ada walaupun sangat tipis. Satelit yang mengorbit di daerah ini dapat mengalami efek keberadaan atmosfir dalam bentuk tahanan aerodinamik.
Adanya efek ini menyebabkan sebuah satelit orbit rendah dapat kehilangan ketinggian dalam tempo beberapa tahun setelah peluncurannya. Apabila tidak dilakukan usaha untuk memperbaiki ketinggian orbit, maka satelit dapat memasuki atmosfir bumi (deorbit) dan akhirnya musnah terbakar. Peristiwa ini dikenal sebagai Orbital Decay. Makin rendah orbit sebuah satelit, makin besar pula kekuatan tahanan aerodinamik yang diterimanya. Untuk menghindarinya, maka satelit harus diletakkan pada orbit setinggi mungkin.
Lapisan atmosfir penyebab tahanan aerodinamik ini juga meningkat akibat pemanasan oleh Matahari. Energi panas dari Matahari memiliki intensitas yang bervariasi dalam suatu siklus tertentu yang berulang setiap 11 tahun. Saat intensitas ini mencapai puncaknya dikenal sebagai "solar maximum". Saat terjadinya solar maximum, densitas atmosfir pada semua ketinggian mengalami peningkatan, dan efek hambatan yang diterima satelit jauh lebih besar dari biasanya. Energi matahari dapat diukur dengan berbagai cara. Salah satu yang paling umum adalah melalui penghitungan bintik matahari (sunspots) dan pengukuran emisi radio (solar flux).
Hubble sendiri sangat rentan terhadap bahaya orbital decay, karena itu baik orbit maupun intensitas panas matahari yang diterimanya selalu dimonitor secara ketat. Apabila satelit mengalami kehilangan ketinggian, maka ia harus dikembalikan ke ketinggian yang lebih besar. Beberapa jenis satelit memiliki sebuah roket pendorong yang khusus digunakan untuk meningkatkan ketinggian. Hubble sendiri tidak memiliki mesin roket pendorong dalam bentuk apapun, karena itu satu-satunya cara untuk mengembalikan ketinggian orbit Hubble adalah dengan menangkap dan memindahkannya secara langsung. Hal ini dilakukan oleh misi ulang-alik dalam misi layanan (service missions) dan diistilahkan sebagai "reboost". Pada Hubble, reboost sudah dilakukan sebanyak tiga kali, dan terakhir dilakukan oleh misi ulang-alik Columbia pada awal bulan Maret 2002.
Lensa Kontak
Beberapa waktu setelah diluncurkan, diketahui bahwa cermin utama pada Hubble tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kikiran cermin utama Hubble yang dibuat oleh perusahaan Perkin-Elmer itu terlalu datar sehingga cahaya yang jatuh pada permukaannya tidak dapat dipantulkan secara terfokus. Gambar benda-benda langit yang didapat cenderung menyebar sehingga nampak kabur. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang terlalu lama bagi para astronom untuk dapat menganalisis gambar-gambar kiriman Hubble. Masalah lain juga ditemui pada salah satu panel surya dari Hubble yang bergoyang-goyang karena terpanasi oleh sinar Matahari. Sementara itu, 3 giroskop rusak serta beberapa peralatan pengukuran juga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sudah barang tentu hal ini mengecewakan para astronom dan anggota tim yang terlibat. Belum lagi kekesalan warga Amerika Serikat sendiri karena dana milyaran Dolar yang digunakan untuk membiayai proyek Hubble berasal dari pajak yang mereka bayarkan ke kas negara. Selama berhari-hari kegagalan ini menjadi berita besar dimana-mana.
Untungnya, para ahli yang terlibat dalam proyek ini memiliki solusi untuk mengatasi masalah pada cermin utama Hubble, yaitu dengan memasang semacam "lensa kontak", sama halnya dengan orang yang mengalami cacat mata miopi (rabun jauh). Pada tahun 1991, NASA menyiapkan program kilat untuk menyiapkan cermin koreksi guna mengatasi masalah tersebut. Cermin koreksi yang diberi nama COSTAR (Corrective Optics Space Telescope Axial Replacement) tersebut terdiri atas 10 buah cermin perak seukuran uang logam yang tersusun sedemikian rupa sehingga setelah dipasang akan membantu memfokuskan cahaya yang dipantulkan oleh permukaan cermin utama yang bermasalah pada Hubble.
Cermin senilai USD 625 juta tersebut dipasang oleh para awak pesawat ulang-alik Endeavour yang diluncurkan tanggal tanggal 6 Desember 1993. Selain memasang lensa COSTAR, para awak Endeavour juga bertugas mengganti salah satu panel surya dan tiga giroskop yang rusak pada Hubble. Pemasangan COSTAR dilakukan pada hari ketujuh setelah peluncuran oleh astronaut Kathryn Thornton. Ini bukanlah tugas yang mudah karena pemasangan lensa korektif yang ditempatkan dalam kotak seberat 272 kg ini hanya mentoleransi ketidaktepatan sebesar 0,005 inchi (0,125 mm).
Operasi perbaikan ini berlangsung dengan sukes dan memperoleh hasil yang menggembirakan. Dua bulan sesudahnya Hubble dapat mengirimkan gambar-gambar yang jauh lebih tajam dibandingkan saat sebelum perbaikan.
Memandang Masa Lalu
Selama ini, pengamatan berbasis di Bumi, walaupun dilakukan dari puncak gunung tertinggi, selalu terhambat oleh lapisan atmosfer Bumi. Belum lagi masalah polusi cahaya oleh lampu di perkotaan yang saat ini menjadi masalah serius bagi sebagian besar observatorium. Penggunaan teleskop antariksa semacam Hubble dianggap merupakan jawaban terhadap persoalan semacam ini.
Tanpa terganggu oleh awan dan debu atmosfer, pengamatan melalui teleskop Hubble dapat menembus jarak tujuh kali lebih jauh dan mendeteksi objek 50 kali lebih gelap dibandingkan dengan teleskop terbaik yang ada di Bumi saat ini. Hubble bahkan dapat menangkap citra benda-benda langit yang berjarak 15 milyar tahun cahaya dari Bumi. Lantas apakah arti jarak ini?
Memandang langit adalah memandang masa lalu, menembus ruang dan waktu. Bila dalam satu detik sebuah partikel cahaya mampu menempuh jarak 300.000 km, maka jarak yang ditempuh dalam setahun adalah 9 trilyun km. Bisa dibayangkan seberapa jauhnya jarak sebesar 15 milyar tahun cahaya itu. Karena kecepatan cahaya adalah konstan, maka sekaligus kita dapat mengetahui bahwa cahaya dari objek sejauh itu memerlukan 15 milyar tahun untuk dapat sampai ke Bumi. Ketika cahayanya sampai ke Bumi, objek itu sendiri mungkin sudah musnah, namun cahaya yang tertangkap dapat membawa kisah masa lalu kosmos yang tidak ternilai harganya.
Perhitungan para kosmolog menunjukkan bahwa usia alam semesta tidak terlalu jauh dari angka 15 milyar tahun. Dengan mengamati objek sejauh itu, para astronom berharap dapat menyibak rahasia masa lalu kosmos, bahkan memperoleh gambaran tentag proses "penciptaan" alam semesta.
Benda-benda terjauh yang dapat dideteksi melalui teleskop non-visual selama ini adalah objek-objek kuasi stelar yang memancarkan energi amat dahsyat yang tidak lain terdiri dari galaksi-galaksi berinti aktif yang diduga memiliki lubang hitam maharaksasa di pusatnya (dugaan ini kemudian terbukti kebenarannya berdasarkan pengamatan Hubble tahun 2002). Banyak diantara objek ini yang berjarak 12 - 13 milyar tahun cahaya. Diduga benda-benda inilah yang terletak di "tepi" ruang-waktu kosmos yang berarti menyimpan misteri kosmos tidak lama setelah penciptaan.
Pengamatan melalui teleskop Hubble diharapkan mampu membantu para astronom dalam mendefinisikan kembali skala kosmos, laju pengembangan kosmos--yang juga berarti umurnya, bahkan menyingkap rahasia "materi gelap" yang diyakini para astronom mengisi hampir 90% massa kosmos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar